Monopoli dalam pasar tenaga kerja
Pasar tenaga kerja monopoli Yaitu kondisi dimana tenaga kerja menyatukan
diri dalam serikat pekerja (organisasi yang didirikan dengan tujuan agar para
pekerja dapat sebagai satu kesatuan membicarakan dan menuntut syarat-syarat kerja
tertentu dengan
pengusaha).
Manfaat pasar monopoli bagi tenaga kerja :
a.
Menuntut upah yang lebih tinggi
b.
Membatasi penawaran tenaga kerja
c.
Menjalankan usaha yang bertujuan
d.
Menaikan permintaan tenaga kerja
Gambar: Upah
yang terjadi jika pekerja sebagai monopoli
Tingkat Upah
D
S
W1
W
E
0
L1 L L2
Jumlah
Tenaga Kerja
Pasar Tenaga
Kerja Monopoli di Pihak Pekerja
Para pekerja
dapat menuntut upah yang mereka inginkan. Penentuan upah dalam pasar pasar
tenaga kerja yang bersifat monopoli pihak pekerja dibedakan pada tiga keadaan;
·
Menuntut upah yang lebih tinggi dari yang dicapai pada
keseimbangan permintaan dan penawaran.
·
Membatasi penawaran tenaga kerja.
·
Menjalankan usaha-usaha yang bertujuan menaikan
permintaan tenaga kerja.
Pasar Monopoli
di Kedua Belah Pihak (monopoli bilateral)
Didalam pasar tenaga kerja monopoli bilateral terdapat
perbedaan yang nyata diantara upah yang dituntut serikat buruh dengan upah yang
ditawarkan. Jadi tingkat upah tidak akan bisa ditentukan tetapi biasanya tingkat
upah yang berlaku adalah tingkat dimana antara upah yang dituntut serikat buruh
dengan upah yang ditawarkan perusahaan.Di dalam pasar monoposmi upah lebih
rendah daripada di pasar persaingan sempurna, sedangkan di pasar dimana tenaga
kerja mempunyai kekuasaan monopoli, upahnya lebih tinggi dari pasar persaingan
sempurna.
Monopsoni
dalam pasar tenaga kerja
Perusahaan
monopsoni dengan diskriminasi murni dapat mempekerjakan pekerja pada berbagai tingkat upah. Pada dasarnya perusahaan monopsoni tidak
dapat mempengaruhi harga output di pasar. Keuntungan perusahaan yang diperoleh
jika menambah pekerja sama dengan harga produknya dikalikan dengan marjinal
produk tenaga kerja yang bersifat kompetitif, ditunjukkan oleh kurva nilai
marjinal produknya. Perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni akan
mempekerjakan orang sampai kondisi dimana nilai upah pekerja terakhir yang
disewanya sama dengan biaya mempekerjakan pekerja terakhir tersebut. Atau
sampai kondisi dimana kontribusi pekerja terakhir terhadap penerimaan
perusahaan sama dengan ongkos marjinal pekerja. Pekerja terakhir ini merupakan
pekerja yang menerima upah sesuai kemampuan tertinggi perusahaan untuk menarik
pekerja yang ada di pasar. Apabila setelah ini ada pekerja lain yang masuk
perusahaan tersebut, akan dibayar dengan tingkat upah reservasi. Keseimbangan
pasar terjadi di titik A, dimana penawaran sama dengan permintaannya.
Perusahaan monopsoni dengan diskriminasi murni mempekerjakan pekerja sebear E*,
persis sama dengan tingkat kesempatan kerja pada pasar kompetitif. Upah w*
bukan merupakan upah yang kompetitif. Upah itu merupakan tingkat upah yang
harus dibayar oleh perusahaan monopsoni untuk menarik pekerja yang terakhir
yang ada di pasar.
b. Perusahaan monopsoni nondiskriminatif.
Perusahaan monopsoni nondiskriminasi harus membayar seluruh pekerja pada
tingkat yang sama, tanpa mempedulikan upah reservasi pekerja. Hal ini
disebabkan oleh perusahaan monopsoni nondiskriminasi harus menaikkan upah terhadap
seluruh pekerja karena keinginan perusahaan untuk mempekerjakan lebih banyak
pekerja sehingga kurva penawaran tenaga kerja tidak lagi menjadi biaya marjinal
pekerja. Upah akan meningkat pada saat perusahaan monopsoni nondiskriminasi
mempekerjakan lebih banyak pekerja, sehingga kurva ongkos marjinal tenaga kerja
memiliki slope positif. Ongkos marjinal pekerja meningkat lebih besar
dibandingkan dengan tingkat upah dan berada diatas kurva penawaran tenaga
kerjanya. Perusahaan monopsoni akan memaksimumkan keuntungan dengan
mempekerjakan orang sampai pada tahap dimana ongkos marjinal tenaga kerja sama
dengan nilai marjinal produknya (titik A). Jika perusahaan mempekerjakan
pekerja lebih rendah dari EM, maka nilai produk marjinalnya melebihi
ongkos marjinal tenaga kerjanya dan perusahaan akan menambah pekerja.
Sebaliknya, jika perusahaan mempekerjakan lebih dari EM, ongkos
marjinalnya melebihi kontribusi pekerja bagi perusahaan dan perusahaan akan
memberhentikan beberapa karyawan. Kondisi keuntungan maksimum bagi perusahaan
monopsoni nondiskriminasi yaitu MCE = VMPE.
Karakteristik keseimbangan pasar monopsoni dibandingkan dengan pasar
kompetitif. Pertama, perusahaan monopsoni nondiskriminatif mempekerjakan orang
lebih sedikit dibandingkan di pasar kompetitif sehingga pada pasar monopsoni
akan terjadi pengangguran. Kedua, upah pada pasar monopsoni sebesar wM
lebih kecil dari upah di pasar kompetitif w* dan juga lebih kecil dari nilai
marjinal produknya yaitu VMPM.
Pasar kerja
monopsonistik, diilustrasikan pada Gambar-2, Dimana Kurva MCL tidak lagi
identik dengan kurva S. Kurva MCL berada diatas kurva S, sementara kurva D
tetap identik dengan MPL. Dalam pasar persaingan sempurna keseimbangan akan
terjadi ketika MCL= MPL, dimana upah sama dengan marginal produktivitas tenaga
kerja (MPL). Sedang pada situasi pasar monopsoni keseimbangan berada pada titik
E, dimana upah sebesar W*, sedangkan penyerapan tenaga kerja adalah sebanyak
L*. Terlihat di sini, bahwa pada kondisi L*, tingkat produktivitas buruh adalah
MPL yang lebih tinggi daripada W* atau keseimbangan upah berada di bawah
marginal produktivitasnya
Ini berarti, dalam
keseimbangan pasar tenaga kerja yang monopsonistik, buruh dibayar lebih rendah
dibandingkan produktivitasnya. Selisih antara produktivitas buruh dengan upah
yang diterima ini sering disebut sebagai eksploitasi.Dalam kondisi demikian,
cukup alasan bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan upah minimum, misalnya
sebesar Wm. Dengan kebijakan ini, keseimbangan akan bergeser dari E ke F. Dengan
mudah bisa dilihat, bahwa upah akan naik dari W* ke Wm, dan penyerapan tenaga
kerja juga akan naik dari L* ke Lm. Jelas bahwa, tidak seperti dalam kasus
pasar kompetitif, penetapan upah minimum justru berdampak positif terhadap
penyerapan tenaga kerja. Itulah mengapa, pasar tenaga kerja yang monopsonistik
dianggap sebagai justifikasi teoretis bagi pemberlakuan upah minimum.